Luar biasa! itulah yang ada dipikiran saya ketika membaca sebuah post di grup facebook Dunis Astronomi.
Setidaknya akan ada dua komet terang (magnitudo semu lebih besar dari
nol) yang bakal mewarnai tahun tersebut. Pertama adalah komet PanSTAARS
(C/2011 L4) yang bakal mencapai puncak kecemerlangannya pada bulan Maret
2013.
Komet PANSTARRS
Teleskop Pan-STARRS 1 yang berpangkalan di puncak Haleakala, Maui
(Hawaii) mendeteksi sebuah benda langit aneh di gugusan bintang Scorpio
pada 6 Juni 2011 lalu kala sedang mengerjakan tugas rutinnya untuk
melacak benda-benda langit dekat Bumi yang berpotensi bahaya (potential
hazardous asteroid atau PHA). Teleskop pemantul bergaris tengah 180 cm
yang dilengkapi kamera CCD terbesar di dunia dengan kapasitas 1,4
gigapiksel yang merekam gambar setiap 45 detik sekali tersebut
mendeteksi bintik cahaya asing yang terekam dalam empat citranya,
masing-masing berupa file berukuran 3 gigabyte. Bintik cahaya asing
tersebut sangat redup, dengan magnitud visual hanya +19,4 alias 144 kali
lebih redup ketimbang planet kerdil Pluto pada saat ini. Namun citra
Pan-STARRS 1 menunjukkan dengan jelas bahwa bintik cahaya asing ini
memiliki ciri khas komet, yakni dengan bentuknya yang suram dan lonjong
ke arah timur laut.
 |
Teleskop Pan-STARRS 1 di Maui (Hawaii). |
Rupanya tidak ada teleskop lain yang mendeteksi komet ini sehingga
organisasi astronomi internasional (IAU) memberinya nama komet C/2011 L4
PANSTARRS, sebagai penghargaan kepada tim yang bekerja di teleskop ini.
Dalam tatanama komet, sebuah komet memang selalu dinamakan sesuai
dengan penemu pertamanya (atau tiga yang pertama melihat dan yang
masing-masing saling bekerja secara terpisah). Namun era penerbangan
antariksa serta teleskop-teleskop raksasa membuat komet baru kini
dinamakan pula dengan nama wahana antariksa (baca : satelit) ataupun
teleskop yang menemukannya.
 |
Citra
komet C/2011 L4 PANSTARRS hasil observasi Remanzacco Observatory,
sebagai hasil stacking 14 citra tanpa filter yang masing-masing diambil
dengan pencahayaan 3 menit. |
Citra komet C/2011 L4 PANSTARRS hasil observasi Remanzacco Observatory,
sebagai hasil stacking 14 citra tanpa filter yang masing-masing diambil
dengan pencahayaan 3 menit. Komet (dalam lingkaran) nampak sebagai obyek
baur redup yang sudah menunjukkan aktivitas coma (kepala komet)
sehingga berbentuk lonjong (berelongasi) ke timur laut.
Observasi oleh tim Remanzacco Observatory dengan teleskop pemantul
bergaris tengah 35 cm yang dilengkapi kamera CCD dari pos observasi Tzec
Maun, Mayhill (AS) sehari kemudian mengonfirmasi komet tersebut.
Rangkaian observasi berikutnya yang dilakukan dari berbagai lokasi di
seluruh penjuru Bumi akhirnya mendapati bahwa komet C/2011 L4 PANSTARRS
tergolong komet hiperbolik (eksentrisitas > 1). Artinya, komet ini
menyusuri orbitnya yang berbentuk hiperbola sehingga hanya akan sekali
mendekati perihelionnya (titik terdekat dengan Matahari) untuk kemudian
takkan pernah kembali karena terlempar keluar dari lingkungan tata
surya, kecuali jika ada gangguan gravitasi (entah dari planet gas
raksasa seperti Jupiter maupun dari bintang yang kebetulan melintas di
ruang antar bintang) yang memaksanya berubah orbit secara dramatis.
Orbit hiperbolik ini, dengan kemiringan orbit (inklinasi) sebesar 85
derajat alias nyaris tegaklurus ekliptika (bidang edar Bumi mengelilingi
Matahari) mengindikasikan komet C/2011 L4 PANSTARRS adalah komet baru,
yang baru saja keluar dari sarangnya di awan komet Oort.
Yang menarik dari komet C/2011 L4 PANSTARRS ini adalah peluangnya
menjadi komet cemerlang saat berada di sekitar perihelionnya pada
pertengahan Maret 2013 mendatang. Ada dua faktor yang mendukungnya.
Pertama, komet C/2011 L4 PANSTARRS telah terdeteksi meski masih berada
pada jarak yang sangat jauh, yakni di antara orbit Jupiter dan Saturnus.
Saat ditemukan, komet ini masih berjarak 7,9 AU dari Matahari atau
berjarak 6,9 AU dari Bumi. Hal ini mengindikasikan inti komet C/2011 L4
PANSTARRS cukup besar. Data 41 observasi menunjukkan inti komet C/2011
L4 PANSTARRS memiliki magnitud absolut 10,5 sehingga dengan asumsi
albedonya 10 % maka diameter intinya kemungkinan 30 km. Ini mengingatkan
kita pada penemuan komet Hale-Bopp (C/1995 O1) pada tahun 1995, yang
saat itu juga masih berada di antara orbit Jupiter dan Saturnus. Dua
tahun kemudian komet Hale-Bopp menjadi salah satu komet paling cemerlang
dengan magnitud visual -1 saat mendekati perihelionnya dan diketahui
memiliki inti berdiameter 40 km.
Yang kedua, perihelion komet C/2011 L4 PANSTARRS cukup pendek yakni
hanya 0,3 AU (45 juta km) atau sejarak Matahari-Merkurius dibanding
komet Hale-Bopp (0,9 AU). Sehingga tekanan angin Matahari yang diterima
komet C/2011 L4 PANSTARRS akan lebih besar. Dengan magnitud absolut +6
maka pada saat berada di perihelionnya komet C/2011 L4 PANSTARRS
diestimasikan memiliki magnitud visual +2. Namun karena dinamika
kecerlangan sangat dipengaruhi besarnya tekanan angin Matahari, maka
komet C/2011 L4 PANSTARRS berpotensi lebih cemerlang dibanding nilai
estimasi tersebut akibat peningkatan aktivitas emisi gas dan debu di
kerak intinya. Terlebih komet ini diindikasikan baru saja keluar dari
awan komet Oort, sehingga masih banyak mengandung senyawa-senyawa
volatil di keraknya.
 |
Simulasi komet C/2011 L4 PANSTARRS pada 10 Maret 2013 dengan Starry Night dilihat dari Kebumen. |
Simulasi komet C/2011 L4 PANSTARRS pada 10 Maret 2013 dengan Starry Night dilihat dari Kebumen.
Komet
C/2011 L4 PANSTARRS akan menempati perihelionnya pada 11 +/- 8 Maret
2013 mendatang. Dengan pendeknya perihelionnya, komet ini berpeluang
teramati oleh satelit pengamat Matahari seperti satelit veteran SOHO
maupun sepasang satelit stereoskopik STEREO A dan B. Terhadap Bumi,
komet ini akan menempati titik terdekatnya pada 5 +/- 8 Maret 2013,
dengan jarak 1,09 AU atau 164 juta km. Komet akan nampak rendah di atas
kaki langit barat antara 26 Februari hingga 17 Maret pukul 18:30 WIB.
Sementara di langit timur, komet nampak pada selang waktu lebih lama
yakni awal Desember 2012 hingga pertengahan Maret 2013 jam 05:00 WIB,
namun cukup redup (yakni dengan magnitud visual +11 hingga +5) sehingga
sulit untuk dilihat khususnya di tengah gelimang cahaya fajar.
Dan yang kedua adalah komet ISON (C/2012 S1) yang bakal mencapai puncak kecemerlangannya pada bulan November 2013.
Komet ISON
Sebuah komet baru ditemukan Vitali Nevski (Belarus) dan Artyom
Novichonok (Russia), sepasang astronom amatir yang memanfaatkan
fasilitas teleskop pemantul Santel berdiameter 40 cm dilengkapi kamera
CCD di kompleks International Scientific Optical Network (ISON), di
dekat Kislovodsk, Russia. Komet tersebut terekam sebagai benda langit
amat redup (magnitudo semu +18,8 atau 83 kali lipat lebih redup
ketimbang Pluto) dan bergerak amat perlahan di antara bintang-bintang
yang menjadi latar belakangnya pada 21 September 2012. Sesuai dengan
tata nama yang berlaku untuk penemuan sebuah komet baru, maka komet ini
dinamakan sesuai dengan fasilitas tempat ditemukannya sehingga dinamakan
komet ISON. Lengkapnya, komet ini bernama komet C/2012 S1 ISON.
Analisis menunjukkan komet ini sebenarnya sempat nongol juga dalam
citra-citra hasil bidikan Observatorium Mt. Lemmon dan teleskop
Pan-STARRS (Hawaii), masing-masing pada 28 Desember 2011 dan 28 Januari
2012. Namun saat itu belum disadari bahwa bintik cahaya amat redup itu
adalah komet.
Hingga 24 September 2012, para astronom sedunia telah mengorganisir
serangkaian observasi hingga 54 kali bagi komet ini. Sehingga diperoleh
data yang mencukupi guna mengestimasi bentuk dan karakter orbitnya.
Seperti halnya hampir segenap anggota tata surya lainnya, komet ISON
juga bergerak mengelilingi Matahari namun dalam orbit yang unik. Jika
planet-planet dan asteroid beredar menyusuri orbit yang lonjong, meski
kelonjongannya berbeda-beda, maka komet ISON memiliki orbit hiperbola.
Karena itu komet ISON hanya akan mendekati Matahari sekali saja
sepanjang hayatnya untuk kemudian terbang keluar lingkungan tata surya,
terkecuali terjadi gangguan gravitasi (misalnya oleh planet Jupiter
maupun Saturnus) yang cukup signifikan yang memaksanya mengubah orbitnya
menjadi ellips. Sebagai komet berorbit hiperbola, maka komet ISON tidak
memiliki periode orbital dan aphelion (titik terjauh terhadap
Matahari), namun memiliki perihelion (titik terdekat dengan Matahari).
 |
Gambar
1. Komet ISON (di perpotongan garis silang), diabadikan pada 22
September 2012 dengan teleskop pemantul 25 cm pada exposure time 120
detik. Sumber : Remanzacco Observatory, 2012. |
Awan Komet Oort
Komet dengan orbit hiperbola dikenal sebagai komet parabolik dan
merupakan tipikal komet-komet yang baru saja dihentakkan keluar dari
sarangnya di awan komet Oort. Awan komet Oort adalah kawasan yang
berisikan kometisimal (bakal inti komet) yang melata di tepian tata
surya. Terdapat sekitar 1.000 hingga 10.000 milyar kometisimal menghuni
kawasan ini, dengan total massa setara 20 hingga 40 kali lipat massa
Bumi kita. Kometisimal-kometisimal tersebut tetap beredar mengelilingi
Matahari, namun jika lintasan seluruh kometisimal itu digambarkan dalam
peta, maka terlihat kometisimal-kometisimal itu membentuk kawasan
menyerupai bola (globular) dengan radius antara 300 hingga 7.500 milyar
kilometer dari Matahari. Demikian jauhnya jarak kometisimal-kometisimal
tersebut sehingga medan magnetik dan angin Matahari di tidak lagi mampu
mendominasinya.
Awan komet Oort merupakan relik proses terbentuknya tata surya yang amat
mengesankan, khususnya sepanjang sejarah awalnya. Sebagian kometisimal
yang menghuni awan komet ini semula terbentuk di kawasan yang jauh lebih
dekat ke Matahari, yakni hanya sedikit lebih jauh dari orbit Neptunus
masakini. Namun dengan sangat banyaknya jumlah planetisimal yang
terserak di dalam tata surya purba dan gagal membentuk planet, sementara
di sisi lain terbentuk pula empat planet besar yakni Jupiter purba,
Saturnus purba, Neptunus purba dan Uranus purba (dengan jarak
masing-masing dari Matahari 825, 1.230, 1.725 dan 2.130 juta km) maka
stabilitas tata surya pun hancur. Reorganisasi besar-besaran di bawah
kontrol gaya gravitasi menyebabkan Jupiter purba bergerak mendekat ke
Matahari hingga menempati orbitnya sekarang (780 juta km dari Matahari,
perubahan jarak 5 %). Sebagai konsekuensinya maka tiga planet besar
sisanya dipaksa lebih menjauhi Matahari bersama trilyunan planetisimal
disekitarnya. Saturnus purba terdorong menjauh sedikit (saat ini
orbitnya sejauh 1.440 juta km dari Matahari, perubahan jarak 17 %).
Namun Neptunus purba dan Uranus purba terdorong lebih jauh secara
berbeda sehingga saling bertukar posisi sebagai planet terjauh dari
Matahari. Kini Neptunus adalah planet terjauh dari Matahari (saat ini
orbitnya sejauh 4.515 juta km dari Matahari, perubahan jarak 162 %)
sementara Uranus terdorong hingga sejauh 2.880 juta km (perubahan jarak
35 %). Bergerak menjauhnya Saturnus purba, Neptunus purba dan Uranus
purba memaksa kian banyak lagi planetisimal turut terseret menjauhi
Matahari. Selanjutnya gravitasi Jupiter bersama dengan Saturnus dan
Neptunus yang telah menempati posisi barunya masing-masing secara
bersamaan memaksa trilyunan planetisimal yang telah terusir untuk
membentuk dua kawasan berbeda: sabuk Kuiper-Edgeworth dan awan komet
Ort.
Sebagai konsekuensi dari lokasinya yang berada di tepian tata surya,
maka awan komet Oort riskan mengalami gangguan eksternal (gangguan
gravitasi dari luar tata surya), misalnya akibat melintasnya sebuah
bintang atau awan gas dan debu yang kebetulan melintas dekat tata surya,
maupun gangguan gaya pasang surut gravitasi (gaya tidal) dari galaksi
Bima Sakti baik dari inti galaksi maupun cakramnya. Gangguann tersebut
menyebabkan kometisimal dipaksa keluar dari orbitnya selama ini dan
membentuk orbit baru dengan perihelion lebih dekat ke Matahari, bahkan
berada di kawasan tata surya bagian dalam. Mekanisme seperti ini
ditambah dengan gangguan gravitasi Jupiter menyebabkan
kometisimal-kometisimal dari awan komet Oort akan membentuk komet
elliptik berperiode panjang (komet dengan orbit ellips dan periode
melebihi 200 tahun), komet parabolik (komet dengan orbit parabola) dan
komet hiperbolik (komet dengan orbit hiperbola). Dengan orbitnya yang
berupa hiperbola, maka bisa dipastikan komet ISON (C/2012 S1) sebelumnya
merupakan kometisimal penghuni awan komet Oort.
 |
Gambar 2. Orbit komet ISON di antara orbit planet-planet dalam, disimulasikan dengan Starry Night. Sumber : Sudibyo, 2012. |
Kandidat Komet Terang
Pada masa kini manusia dapat mendeteksi rata-rata 200 komet baru per
tahunnya dengan memanfaatkan serangkaian teleskop yang bekerja secara
semi-otomatik. Dan hampir semua komet tersebut adalah komet yang berasal
dari awan komet Oort. Namun komet ISON (C/2012 S1) ini sungguh berbeda,
karena dibanding komet-komet baru lainnya, perihelionnya amat dekat
yakni hanyalah 0,0125 SA atau setara dengan 1,875 juta km. Maka pada
saat komet ISON mencapai perihelionnya yang bakal terjadi pada 28
November 2013 mendatang, komet ini akan berjarak hanya 1,875 juta km
dari pusat Matahari atau hanya 1,179 juta km dari permukaan Matahari
(jari-jari Matahari 696.000 km). Dalam dunia per-komet-an Jarak ini
tergolong amat dekat, meski memang tidak belum sanggup memecahkan rekor
yang dicetak komet Lovejoy (C/2011 W3) pada Desember 2011 silam, dimana
perihelionnya hanya sejauh 131.000 km dari permukaan Matahari.
Kejutan lainnya, pada saat komet ISON (C/2012 S1) ditemukan, posisinya
masih sejauh 6,5 SA (975 juta km) dari Matahari atau 6,74 SA (1,01
milyar km) dari Bumi. Dengan demikian posisi komet saat itu lebih jauh
ketimbang orbit planet Jupiter. Jika pada jarak sejauh itu saja komet
ISON (C/2012 S1) sudah bisa dideteksi teleskop di Bumi, maka hanya
bermakna satu hal: ukuran inti (nucleus) komet ISON (C/2012 S1) cukup
besar. Dengan magnitudo absolut sebesar +5,2 maka bisa diperkirakan
kalau inti komet ini memiliki diameter sekitar 10 km. Sebagai
konsekuensinya, kelak saat mendekati titik perihelionnya dan jika tak
ada sesuatu yang di luar kebiasaan terjadi, maka komet ISON (C/2012 S1)
bakal sangat terang akibat meningkatnya aktivitas pelepasan gas dan debu
dari dalam inti komet seiring kian intensifnya pemanasan dan radiasi
Matahari. Dan pada saat mencapai perihelionnya, komet ISON (C/2012 S1)
diperkirakan bakal hampir menyamai terangnya Bulan purnama !
Inilah yang mengagetkan banyak astronom, sehingga komet ISON (C/2012 S1)
pun digelari kandidat komet terang 2013 (The Great Comet of 2013).
Sebuah komet terang bisa lebih terang dibanding Venus (magnitudo semu
-4) dan memiliki ekor sangat panjang merentang di langit. Demikian
panjang ekornya sehingga ekor ini masih bisa disaksikan di kaki langit
meski kometnya sendiri telah terbenam. Beberapa komet terang misalnya
adalah komet Hale-Bopp (ditemukan pada tahun 1995) yang merajai langit
selama berbulan-bulan di tahun 1997. Juga tercatat komet McNaught
(C/2006 P1) yang menerangi langit dengan demikian spektakuler selama
bulan-bulan pertama tahun 2007. Dan yang masih hangat dalam ingatan
adalah komet Lovejoy (C/2011 W3), sang komet besar 2011 yang baru
ditemukan hanya beberapa hari sebelum mencapai perihelionnya.
 |
Gambar
3. Estimasi posisi komet ISON dari hari ke hari jelang dan pasca
perihelionnya, perhatikan nilai tingkat terangnya (magnitudo visual atau
m1) yang mencapai negatif dan memuncak pada -10,6 seperti ditandai
dalam kotak merah. Sumber : Remanzacco Observatory, 2012. |
Secara teoritis komet ISON (C/2012 S1) bakal bisa dilihat dengan mudah
pada siang hari, mengingat estimasi magnitudo semunya mencapai -10.
Sebuah benda langit yang sangat terang bisa dilihat di siang hari jika
lebih terang dibanding magnitudo semu-4. Dengan demikian komet ISON
(C/2012 S1) berpotensi menjadi komet terterang sepanjang setengah abad
terakhir setelah kedatangan komet Ikeya-Seki (1965), sekaligus
mengalahkan tingkat terang komet Hale-Bopp, McNaught (C/2006 P1) maupun
Lovejoy (C/2011 W3). Namun sangat dekatnya posisi Matahari dan komet
ISON (C/2012 S1) saat komet mencapai perihelionnya menyebabkan komet
susah disaksikan secara langsung, kecuali dengan teknik khusus yang
memblokir terangnya cahaya Matahari dengan penghalang tertentu.
Prediksi dengan software Starry Night Backyard v3.1 menunjukkan komet
ISON (C/2012 S1) bakal mudah dilihat dengan mata tanpa menggunakan alat
bantu optik apapun di antara tanggal 24 November hingga 4 Desember 2013,
dengan catatan jika langit cerah tanpa/dengan sedikit taburan awan.
Bagi Indonesia, waktu terbaik untuk menyaksikan komet ini adalah di pagi
hari jelang Matahari terbit sebelum komet mencapai perihelionnya pada
28 November 2013. Tepatnya saat komet melintas di samping planet
Merkurius dan bintang Spica pada selang waktu antara 13 hingga 24
November 2013.
 |
Gambar
4. Ekor komet Mc Naught (C/2006 P1) masih terlihat meski kometnya telah
terbenam. Hal serupa juga diperkirakan bakal terjadi pada komet ISON,
dalam situasi yang lebih spektakuler. Sumber : Pieterse, Astronomical
Society-Bloemfontein, 2007. |
Sangat Dekat dengan Mars
Dalam sejarah peradaban manusia, kehadiran komet di langit seringkali
menggetarkan manusia hingga memunculkan serangkaian tindakan tak
terduga, mulai dari sekedar ketakutan, histeria, desas-desus akan
bencana dan kiamat hingga kasus bunuh diri. Sebab kehadiran komet sering
dianggap sebagai pertanda buruk. Misalnya di Indonesia misalnya,
kehadiran komet Ikeya-Seki yang amat terang di langit fajar pada akhir
1965-awal 1966 sering dikait-kaitkan dengan tragedi sosial politik yang
dipicu aksi G 30 S dan berujung pada pembantaian massal. Sementara di
mancanegara, tragedi terakhir terkait mitos komet terjadi pada akhir
Maret 1997 tatkala 39 anggota sekte Heaven's Gate terlibat bunuh diri
massal pada sebuah mansion mewah di San Diego, California (AS).
Sementara faktanya, terlihatnya komet di langit tidak memiliki mekanisme
fisis dengan kehadiran bencana alam di Bumi dalam bentuk apapun. Sebuah
komet berdiameter 10 km dengan massa jenis 0,8 g/cc memiliki massa
sangat kecil dalam konteks tata surya kita, yakni hanya seper seratus
juta massa Bulan. Sehingga gravitasinya pun amat lemah, jika komet
tersebut melintas pada jarak yang sama dengan jarak Bumi-Bulan, maka
gravitasinya hanya akan sebesar seper seratus juta gravitasi Bulan.
Demikian lemahnya gravitasi komet sehingga bahkan tidak memiliki
kemampuan untuk menjaga dirinya sendiri agar tetap utuh dan tidak pecah.
Dan dengan ukurannya yang kecil, komet juga tidak mampu menghasilkan
medan magnetiknya sendiri. Sehingga bila suatu komet terlihat di langit,
pada dasarnya komet tersebut tak menimbulkan bahaya apapun bagi Bumi,
kecuali jika bertumbukan.
Dalam kasus komet ISON (C/2012 S1), meski komet memiliki perihelion
sangat dekat dengan Matahari, namun tidak demikian halnya terhadap Bumi.
Titik terdekat komet ke Bumi masih sebesar 0,43 SA atau setara dengan
64,5 juta km. Jarak ini hampir menyamai jarak orbit Bumi dengan orbit
Venus. Maka tak ada hal yang perlu dikhawatirkan dari pergerakan komet
ISON ini khususnya akan potensi benturannya terhadap Bumi, karena
probabilitas tumbukan sepenuhnya bernilai nol.
Sebaliknya, komet ISON (C/2012 S1) bakal amat dekat dengan planet Mars.
Pada 1 Oktober 2013 komet melintas hanya sejauh 0,073 SA atau setara
dengan 10,9 juta km. Namun karena masih tergolong jauh dari Matahari,
maka pemandangan yang bakal diperoleh jika komet disaksikan dari
permukaan Mars tidaklah spektakuler. Simulasi memperlihatkan pada saat
itu komet ISON memiliki magnitudo +2 atau setara dengan bintang redup
jika disaksikan dari lokasi pendaratan robot penjelajah Curiosity.
Sehingga besar kemungkinan robot ini takkan diprogram untuk turut
mengamati komet ISON (C/2012 S1), meski semuanya masih bergantung kepada
situasi yang kelak berkembang.
Jangan sampai melewatkan fenomena langka ini, belum tentu seumur hidup
kita bisa melihat komet lagi. Semoga kita bisa melihat keduanya.
sumber:
https://www.facebook.com/notes/marufin-sudibyo/komet-panstarrs-kandidat-komet-cemerlang-di-2013/10150282326934595
https://www.facebook.com/notes/marufin-sudibyo/komet-ison-calon-komet-terang-2013-dan-sangat-dekat-dengan-mars/10151249552214595